Telur-telurnya pecah berserakan. “Siapakah pelakunya? Ular tak pernah meninggalkan cangkang seperti ini.
“Hai … burung pipit, aku sangat kasihan melihatmu. Aku tahu pelakunya adalah Gagak yang licik. Aku melihatnya sendiri,” kata cecak.
Keesokan harinya, gagak menghampiri mereka. Ia tampak bersedih.
“Maafkan aku burung-burung kecil yang lucu. Saat aku menjaga telurmu ada burung elang mau mendatangi telurmu, lalu aku mengusirnya. Aku sangat kaget, ketika aku kembali, telur-telurmu sudah pecah. Aku berjanji hal itu tidak akan terjadi lagi” ungkap gagak tampak penuh penyesalan.
Keempat burung pipit pergi agak jauh dari sarangnya. Mereka bermusyawah di dekat rumah penduduk. “Kita harus memberi pelajaran kepada Gagak. Agar dia tahu kesalahannya”.
Oke kita bagi tugas, ada yang menyiapkan tempat, dan ada yang mematuk dahan pohon nangka agar getahnya keluar. Ayo, kumpulkan getah sebanyak-banyaknya, lalu kita taruh di sekeliling sarang”. Mereka bergotong royong.
Keesokan harinya, gagak melaksanakan tugasnya menjaga telur. Di balik semak-semak, burung-burung pipit memperhatikan dengan saksama. “Hei lihat, gagak itu mulai mendatangi telur-telurmu”. Bisik pipit.
Belum sampai gagak di telur itu, tiba-tiba kakinya terasa lengket dan tidak bisa bergerak.
“Gagak, perbuatanmu sudah terungkap. Kamu tidak perlu mengelak. Jika benar ular yang memakan telur-telurku, pastilah dia akan menelannya dengan kulitnya. Kalaupun dimuntahkan, kulitnya pasti remuk. Cecak juga menjadi saksi atas perbuatanmu yang tidak terpuji itu. “ kata burung pipit.