Ayo Membaca
Kisah Putri Tangguk
Putri Tangguk tinggal bersama suami dan ketujuh anaknya di daerah Jambi. Putri Tangguk memiliki sepetak sawah yang ditanami padi. Anehnya, setiap selesai panen, padinya selalu muncul dan siap untuk dipanen kembali. Bahkan, ketujuh lumbung Putri Tangguk hampir penuh untuk menampung hasil panennya.
Saat panen terakhir, Putri Tangguk mengajak suami dan semua anaknya ke sawah. Mereka memasukkan hasil panen ke gerobak.
”Panen sudah selesai. Sepertinya, persediaan padi kita sudah cukup untuk beberapa bulan,” kata Putri Tangguk.
Kemudian, mereka mendorong gerobak bersama-sama. Di tengah perjalanan, Putri Tangguk jatuh terpeleset.
”Aduuuuh…,” teriak Putri Tangguk.
”Hati-hati, Bu. Semalam hujan deras. Jalannya menjadi licin,” kata suami Putri Tangguk sambil membantunya berdiri.
”Gara-gara hujan, jalannya licin. Perjalanan ke rumah masih jauh, bisa-bisa aku terjatuh lagi,” gerutu Putri Tangguk.
Putri Tangguk mengambil padi dari gerobaknya. Kemudian, padi ditebar di jalan. Melihat perilaku ibunya, si anak sulung pun bertanya.
”Apa yang Ibu lakukan? Mengapa Ibu membuang padi itu ke jalan?”
”Ibu tidak membuang padi. Padi ini Ibu gunakan sebagai pengganti pasir. Ibu menebarnya agar jalan ini tidak licin lagi,” jawab Putri Tangguk.
”Istriku, bukankah padi itu untuk kita makan? Tidak baik rasanya jika membuang-buang makanan,” nasihat suami Putri Tangguk.
Putri Tangguk tidak mengindahkan nasihat suaminya. Bahkan, Putri Tangguk membantahnya.