Kesepakatan antara Raja Siput dan Kancil pun dibuat. Mereka sepakat berlomba lari ke hulu sungai. Kancil berlari lewat daratan, Raja Siput lari di lumpur sungai. Tepat pada waktunya, datanglah Si Kancil. Dia menuntut agar perlombaan segera dimulai. Raja siput yang sudah lama bersiap segera beringsut ke pinggir sungai. Sementara itu, beberapa ekor siput yang lain berada di pinggir sungai ingin menyaksikan perlombaan itu. “Satu, dua, tigaaaa!” si Kancil memberi komando tanda perlombaan dimulai.
Dengan sigap Kancil melompat, berlari sekencang-kencangnya. Setiap lima puluh langkah, dia berseru, “Di mana engkau siput?” “Uuuu., uuuu!” jawab siput yang berada di depannya. Si kancil semakin mempercepat larinya. Lalu terdengar lagi si Kancil berseru, “Di mana engkau siput?” “Uuuu, uuuu …!” kembali terdengar jawaban siput telah berada di depannya.
Si Kancil menjadi marah dan kian memperkuat larinya. Setiap kali dia berseru, selalu dijawab oleh siput yang telah berada di depannya. Demikian seterusnya. Si Kancil tidak dapat mengalahkan siput dalam perlombaan itu. Dia tidak dapat menerka taktik yang dipakai oleh Raja Siput dan anak buahnya. Akhirnya, dia merasa kelelahan. Sambil menggerutu dengan napas terengah-engah, sang Kancil pun berkata, “Hai siput, mulai hari ini aku nyatakan bahwa engkaulah binatang paling cerdik dan dapat mengalahkan aku, selamat tinggal!” Setelah itu, sang Kancil pun melompat dan lari menghilang dari perkampungan siput.