“Bun, tinggal di sini tidak enak, ya. Lebih enak tinggal di kota,” ujar Tika.
Bunda tersenyum mendengar keluhan putrinya.
“Siapa bilang tidak enak? Nanti Tika akan dapat kejutan di tempat ini.
” Hari Minggu ini Ayah tampak sibuk di halaman belakang bersama seorang lelaki muda. Ayah lalu memperkenalkan Tika pada lelaki muda itu, yang ternyata bernama Bang Mursali, tetangga di sebelah rumah.
Kata Bang Mursali, air di desa ini memang berwarna agak kuning. Tapi, para warga punya cara agar air kuning itu menjadi bening.
“Desa ini kan dekat dengan area persawahan, jadi warna airnya kurang baik,” jelas Bang Mursali yang ternyata bekerja sebagai tenaga penyuluh.
“Kita akan membuat alat penyaring sederhana untuk membuat air bening,” ucap ayah.
Tika jadi penasaran. Ia melihat ada potongan batu bata, ijuk, arang, pasir, dan kerikil. Ada juga drum plastik, keran air, lem pipa, pisau, dan beberapa timba air.
Tika memperhatikan kerja Bang Mursali. Mula-mula, ia membuat lubang dengan jarak 10 sentimeter dari dasar drum. Ukuran diameter lubang disesuaikan dengan diameter keran. Setelah lubang selesai, keran dipasang dengan menggunakan lem pipa.
“Tika mau menyusun benda-benda ini ke dalam drum?” tunjuk Ayah pada batu bata, ijuk, arang, pasir, dan kerikil.
Tika mengangguk cepat. Ia sudah tak sabar ingin ikut membantu.