Selagi menunggu, Nur berbisik kepada Sekar. “Sekar, coba lihat di pojokan belakang meja Bu Maya.”
“Oh, tumpukan buku-buku yang sudah rusak itu,” tanggap Sekar. “Lalu memangnya kenapa? Buku-buku itu kan nanti diperbaiki lagi oleh pengurus perpustakaan.” “Memang, sih,” sahut Nur.
Setelah mendapatkan kantong peminjaman lagi, Nur dan Sekar menuju rak buku-buku yang rusak. ”Butuh waktu lama memperbaiki buku-buku ini semua, Sekar,” kata Nur. “Yang rugi kita juga, lho! Coba kalau buku yang ingin kita baca ternyata ada di antaranya!”
“Iya, ya? Padahal, buku-buku yang rusak ini masih kelihatan baru!”
“Itu karena peminjamnya tidak memperlakukan buku dengan baik,” imbuh Nur.
Sekar jadi termangu. “Mereka yang merusak buku ini sepertinya tidak menghargai buku-buku yang sudah memberikan banyak ilmu pengetahuan dan wawasan ya!” keluh Sekar.
“Nah, itu kamu sadar,” kata Nur menepuk lembut bahu Sekar. “Kalau bukan dimulai dari kita, siapa lagi yang mau peduli dengan buku?”
“Kalau begitu, sekarang aku pinjam buku-buku yang rusak ini saja, deh!” Sekar mengambil dua buku dari kumpulan buku-buku yang rusak itu.
“Lho, itu kan halaman tengahnya sudah lepas? Tidak enak kalau dibaca,” goda Nur.
“Tidak apa-apa. Nanti aku perbaiki dahulu baru dibaca,” jawab Sekar semangat.
“Nah, sekarang sudah ada dua pahlawan buku di sekolah kita!” celetuk Bu Maya. Diam-diam Bu Maya mendengar dialog Nur dan Sekar tadi.