“Ooooiii…! Sekarang, akulah raja di rimba ini. Tak ada binatang yang dapat mengalahkanku. Semua menyerah kalah!!” teriak gajah dengan sombong.
Gajah selalu menunjukkan kekuatan dan kesombongannya.
Ia bahkan sering menyerang binatang-binatang kecil dengan taringnya yang tajam. Makin kencang lari binatang kecil itu, semakin besar tawa dan jerit bangganya. Gajah menjadi raja hutang yang sombong!
Suatu hari, gajah masuk ke kebun Orang Asli. Ia menghancurkan tanaman di sana, dan makan tebu sepuas hati. Tetapi rupanya, Orang Asli sudah menunggu gajah. Mereka menyerang gajah dengan lembing dan mengejarnya. Ketika gajah lari, ia menginjak perangkap bambu yang disembunyikan di antara semak-semak oleh Orang Asli. Gajah jatuh tersungkur di atas jerat.
“Aduh, sakitnya mataku!!” teriak gajah meraung kesakitan. Rupanya bilah-bilah bambu runcing menusuk matanya. Akibatnya kedua mata gajah menjadi buta. Gajah melolong minta tolong, tetapi tak ada seekor binatang pun mau menolongnya. Mereka ingat dengan kesombongan gajah.
Suara lolongan gajah terus menganggu sepanjang hari. Hingga akhirnya raja cacing menghampiri gajah. Ia tidak sampai hati membiarkan gajah menderita. “Ini, ambil saja kedua mataku,” katanya. Lalu, cacing memberikan sepasang matanya pada gajah. Di sarangnya, cacing berkata pada anak-anaknya. “Jika kita memiliki kelebihan, gunakan kelebihan kita dengan bijaksana,” katanya.
Sejak hari itu, gajah dapat melihat kembali. Namun, gajah yang berbadan besar dan gagah kini memiliki sepasang mata yang kecil. Mata itu adalah mata pemberian cacing.”