Keesokan harinya Puyuh berpamitan pada Tempua. Dia tak mau tinggal di sarang Tempua lagi.
Lalu, Puyuh menawarkan pada Tempua, ”Bagaimana kalau kau juga mencoba tidur di sarangku?” Tempua pun setuju.
Hari sudah malam saat Puyuh dan Tempua menemukan pohon tumbang di dekat sungai. ”Pohon ini amat cocok bagi kita,” seru Puyuh senang.
Tempua bingung. ”Kita mau tidur di mana?” Puyuh menunjuk kolong pohon itu.
Meski merasa enggan, Tempua pun menuruti ajakan Puyuh.
Tengah malam, hujan turun deras. Tempua kedinginan.
”Tak apa-apa, sebentar lagi hujan reda,” hibur Puyuh.
Tempua berusaha tidur meski menggigil, dia tak berkata apa-apa lagi. Keesokan harinya, Tempua mengeluh pada Puyuh. Badannya demam.
”Aku tak cocok tinggal di sarangmu,” keluhnya.
Akhirnya, baik Tempua maupun Puyuh menyadari bahwa mereka tak bisa memaksakan pendapat mereka tentang kehebatan sarangnya. Mereka pun tak jadi berselisih.
Sumber: Cerita Asli Nusantara, Elex Media Computindo
Ulasan Cerita :
Diulas oleh : (Nama Siswa/Nama Kelompok)
Judul Cerita : Burung Tempua dan Burung Puyuh
Fiksi : Nonfiksi
Ringkasan Cerita:
Kisah dua burung yang bersahabat. Mereka sempat berselisih sebab saling mempertahankan pendapatnya, dan merasa salah satu dari mereka lebih andal dari yang lainnya. Untuk membuktikan pendapat mereka, mereka saling mencoba menginap di salah satu sarang mereka secara bergantian. Akhirnya mereka sadar, bahwa masing-masing mempunyai kelebihan sendiri-sendiri. Dan mereka menyadari bahwa memaksakan pendapat itu tidak baik. Akhirnya mereka tidak jadi berselisih lagi.