Ia mulai membandingkan dirinya dengan beberapa temannya yang akan ditemani orang tuanya selama ujian akhir ini. Sedangkan orang tuanya tidak bersamanya saat ini. Risma tahu bahwa kedua orang tuanya sangat mendukungnya selama ini, namun tetap saja ia merasa kecewa.
Tiba-tiba lamunan Risma dibuyarkan oleh tepukan di bahu oleh Kak Dini, kakaknya.
“Dik, ini ada titipan surat dari Ayah dan Ibu untukmu. Sebelum Ayah dan Ibu berangkat ke luar kota kemarin, mereka berpesan kepada Kakak untuk memberikan ini kepadamu saat sarapan sebelum berangkat ujian. Dibaca sekarang ya, Dik. Kakak harus berangkat lebih pagi hari ini,” kata Kak Dini sambil bergegas berangkat sekolah.
“Surat? Mengapa Ayah dan Ibu menitipkan surat untukku?” tanya Risma dalam hati. Perlahan dibukanya lipatan surat itu. Risma menyimak setiap kata yang ditulis rapi oleh ibunya.
Risma tercinta,
Mudah-mudahan Risma selalu ingat bahwa ujian apa pun yang Risma hadapi tidak pernak menitikberatkan pada hasilnya.
Hakikat ujian adalah mengukur daya juang kita.
Seberapa besar mau bersusah payah mempersiapkan diri?
Seberapa kita rela kita mengorbankan hal-hal menyenangkan demi memprioritaskan persiapannya?
Seberapa besar kita melibatkan Tuhan dalam usaha kita?
Para guru dapat menyiapkan materinya,
Ayah dan Ibu dapat menemanimu berlatih,
Tuhan menganugerahimu dengan bakat dan kecerdasan.
Namun, hanya Risma sendiri yang dapat membangun niat untuk berjuang. Hanya Risma yang mengetahui apakah usaha yang diberikan sudah maksimal.