“Eeem…, Sudah, Tera,” jawab Wina ragu. “Aku menyalin dari majalah tua ibuku. Tapi jangan bilang siapa-siapa, ya?” bisik Wina.
Tera terbelalak. “Lho? Itu namanya kamu jadi plagiator, Win!”
“Plagiator?” Wina balik bertanya.
“Iya. Kamu mencontek karya orang lain, berarti kamu plagiator.”
“Tapi, ini kan hanya untuk tugas sekolah,” kilah Wina.
“Tetap saja plagiat, Win! Tidak baik!” tegas Tera.
Bel masuk jam pelajaran pertama berbunyi. Wina tidak dapat berkonsentrasi sepanjang pelajaran. Ucapan Tera tentang plagiator tadi terus mengusiknya.
Saatnya Bu Indi memasuki kelas. Wina gemetar menahan degup jantungnya yang berdetak hebat. Bu Indi masuk kelas dengan membawa setumpuk kertas tugas menulis cerpen yang telah dikumpulkan melalui Boy, ketua kelas.
Bu Indi memang meminta tugas dikumpulkan lebih awal agar beliau punya waktu untuk membaca dan memeriksa pekerjaan murid-muridnya.
Ibu sudah membaca certa-cerita kalian. Ada satu cerpen yang bagus sekali.” Bu Indi diam sejenak. “Wina, tolong maju dan bacakan cerpenmu, ya!”
Wina terkejut. Ia lalu berjalan ke depan kelas dengan kepala tertunduk.
Bu Indi menyerahkan kertas tugasnya. “Silakan dibaca.”
Wina tiba-tiba memberanikan diri berkata. “Maaf, Bu. Sebenarnya, cerpen ini bukan karya saya. Saya menyalinnya dari sebuah majalah lama.
Terdengar helaan napas Bu Indi. Ruang kelas mendadak senyap.
“Baiklah. Kembalilah ke bangkumu, Wina,” kata Bu Indi.