Mungkin kamu berpikir bahwa tanpa listrik warga Kampung Naga hidup sengsara. Ternyata tidak! Mereka hidup seperti biasa, tetap nyaman. Anak- anak pun belajar di sekolah seperti teman-teman dari kampung yang lain.
Bagaimana dengan di rumah? Mereka tetap bisa mengerjakan tugas-tugas sekolah. Segera setelah pulang sekolah, sebelum matahari terbenam mereka menyelesaikan tugas-tugas sekolah. Sesekali ketika dibutuhkan, mereka menggunakan lampu minyak sebagai penerangan ketika belajar.
Tanpa listrik, warga Kampung Naga justru seakan sangat menghargai terang matahari. Dini hari, warga sudah bangun untuk bersiap-siap melakukan kegiatannya. Ketika matahari mulai terbit, semua sudah siap menjalankan peran masing-masing. Ayah ke sawah, ibu menyiapkan masakan, anak-anak ke sekolah.
Sore hari, menjelang matahari terbenam keluarga sudah berkumpul di rumah, berbincang sejenak menceritakan kegiatan masing-masing. Kudapan sore buatan ibu menjadi teman bercerita dalam keluarga. Ketika matahari terbenam, pintu-pintu rumah sudah tertutup rapat.
Sambil menikmati hidangan makan malam, mereka melanjutkan bercerita, hingga tiba waktu beristirahat. Cerita keluarga berlangsung seru, tanpa gangguan acara televisi. Hanya terang bulan dan cahaya kunang-kunang yang membantu warga menikmati indahnya malam.
Tanpa listrik, udara malam di sana terasa sejuk, suasana pun tenang. Ketika di kota-kota besar, mobil, bus, dan motor masih antri di jalan, para pekerja masih menghabiskan tenaga dan bahan bakar kendaraan di keramaian malam, warga Kampung Naga sudah tidur terlelap.