“Kau sakit, Ade?” tiba-tiba terdengar teguran Pak Adi. Ade gelagapan. Rupanya tadi la melamun selama Pak Adi menerangkan. Pak Adi lalu menghampirinya. Meraba keningnya. Ade jadi terharu.
“Kepalamu hangat. Pulang saja, ya. Nanti bertambah parah…” kata Pak Adi. Ade menurut. Ia bergegas meninggalkan sekolah. Ade berjalan dengan setengah berlari. Agar secepat mungkin bisa tiba di rumah melihat Kak Nina.
Dengan tergopoh-gopoh ia memasuki rumah. Ibu sampai keheranan melihat sikapnya. Langsung menuju ke kamar Kak Nina. Dan Kak Nina terbaring di pembaringannya.
Ade seperti ingin menubruk kakaknya yang sedang terbaring itu. Kak Nina jadi terheran-heran dibuatnya.
“Ada apa, De? Kenapa kau tiba-tiba begini?” tanya Kak Nina.\
“Maafkan aku, kak. Sebenarnya aku tidak ada ulangan… Aku cuma malu mengantarkan kue-kue itu “ Ade langsung saja menangis. Suaranya jadi tidak jelas terdengar.
“Sudahlah, jangan menangis. Yang penting kau sudah menyadari kesalahanmu dan tak akan mengulanginya lagi. Untuk kali ini tak apa-apa. Kakak memaafkanmu, De,” Lembut suara Kak Nina menyejukkan hati Ade. Mengobati rasa sesalnya agar tidak berkepanjangan.
Dan keesokan harinya, Kak Nina masih sakit. Ade benar-benar melaksanakan apa yang dijanjikannya kepada kakaknya. Tanpa ragu lagi Ade menjinjing keranjang kue-kue. Dengan sepeda ia berkeliling mengantar kue-kue itu ke warung-warung. Tak ada yang mengejek, tak ada yang menggoda, tak ada rasa malu. Yang ada adalah rasa tanggung jawab yang besar.
Kunci Jawaban Halaman 74 75 76
Ayo Menulis